Jika kita bekerja di sebuah instansi atau perusahaan, hampir sebagian besar perusahaan memiliki bagian keuangan. Di bagian ini ada lagi sub bagian yang bertugas menghitung keluar masuknya uang perusahaan. Semua dicatat dengan detail.
Atau kalau kita adalah seorang pedagang, baik pedagang kecil apalagi pedagang besar, catatan keuangan juga tidak pernah luput. Berapa modal dan laba harian. Apa saja yang stoknya masih ada atau sudah habis dan perlu distok ulang. Semua dicatat dengan pembukuan yang rapi.
Lalu, bagaimana dengan pencatatan keuangan pribadi? Bagian ini sering terlewatkan. Banyak orang yang menganggap pencatatan keuangan tidak perlu jika hanya untuk diri sendiri. Banyak yang yakin dapat menakar di pikiran berapa saja pemasukan dan apa saja yang sudah dikeluarkan.
Hal ini sebenarnya keliru. Pencatatan keuangan tidak hanya berlaku dan berguna bagi sebuah perusahaan besar ataupun profesi-profesi tertentu yang berhadapan dengan uang dan hitungan. Pencatatan keuangan pribadi juga berlaku dan bahkan sangat penting.
Mengapa penting? Dalam pencatatan keuangan, tampak apa saja dan berapa jumlah pemasukan kita. Lebih penting lagi kita dapat melihat seberapa banyak pengeluaran dan kebutuhan mana yang paling besar pengeluarannya.
Catatan ini bisa menjadi bahan evaluasi, apakah kita sudah tepat menggunakan harta yang dimiliki? Apakah kita sering membeli sesuatu yang sebenarnya sangat tersier? Apakah ada uang tersisa yang dapat disimpan? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya bisa ditemukan jawabannya dengan adaya catatan tertulis.
Betapa sering kita tiba-tiba heran karena merasa cepat sekali uang yang baru diterima habis. Terasa sedikit dan tidak ada bekasnya. Saat harus melakukan perhitungan, kita pun bingung harus mulai darimana karena tidak punya catatan keuangan.
Mencatat keuangan juga memberikan dampak bagi kegiatan kita dalam beramal. Dalam Islam sebenarnya secara tersirat pencatatan keuangan telah sejak lama dianjurkan. Zakat adalah pintu gerbangnya.
Untuk mengetahui kapan harta dizakatkan, maka kita harus rutin mencatat perkembangan harta dari bulan ke bulan agar bisa dikalkulasikan dan melihat sudah sampai kah pada limit nishabnya. Bayangkan jika kita tidak mencatat harta secara berkala, bisa saja kita terlewat dan lalai. Padahal seharusnya sudah bayar zakat, tetapi tidak dibayarkan. Sehingga kita terjebak dalam dosa kelalaian pada kewajiban dan perintah.
Mencatat keuangan juga dapat membuat kita memahami apakah kita telah menjalankan perilaku ekonomi yang Islami atau belum. Atau ternyata kita hanya menggunakan harta pada hal-hal yang sifatnya sangat duniawi tanpa menyisakan sedikit pun untuk amal ibadah.